Sumsel Siap Terapkan Pidana Kerja Sosial 2026: Kurangi Beban Lapas
indotimes.id, PALEMBANG - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel resmi memperkuat sinergi penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana. Kebijakan baru yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP itu akan mulai berlaku pada Januari 2026.
Nota kesepahaman tersebut ditandatangani di Griya Agung Palembang, Kamis (4/12/2025), bersama para bupati, wali kota, serta seluruh Kejaksaan Negeri se-Sumsel.
Gubernur Sumsel, Dr. H. Herman Deru, menegaskan kesiapan daerahnya mengadopsi pidana kerja sosial sebagai alternatif hukuman penjara. Menurutnya, penerapan model hukuman ini telah berhasil diterapkan di Bali dan menjadi contoh bagi Sumsel.
“Saya tertarik mengejawantahkan undang-undang yang akan efektif awal 2026. Tantangannya adalah bagaimana menyamakan penerapan Perda di seluruh daerah yang sangat heterogen,” ujarnya.
Deru menilai pidana kerja sosial dapat menjadi solusi mengurangi tingginya biaya operasional lembaga pemasyarakatan. Ia merujuk hasil survei tahun 2018 yang menunjukkan biaya makan narapidana secara nasional mencapai Rp2 triliun, dan terus meningkat seiring bertambahnya penghuni lapas.
Ia mencontohkan Belanda sebagai negara yang sukses menekan angka hunian lapas melalui kebijakan serupa. “Jika kita bekerja keras bersama, saya yakin Sumsel bisa segera mewujudkannya,” katanya.
Melalui perjanjian kerja sama tersebut, pidana kerja sosial akan diarahkan pada unit kerja pemerintah maupun swasta di daerah tempat pelaku berdomisili. Namun, penentuan lokasi pelaksanaan masih menjadi pembahasan lebih lanjut.
Gubernur berharap tuntutan jaksa dapat menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan lokasi yang tepat bagi pelaku. Ia juga menegaskan bahwa hukuman ini lebih humanis, terutama bagi anak, lansia, atau pelaku yang baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Selain menumbuhkan kesadaran hukum, pidana kerja sosial dinilai dapat memulihkan tanggung jawab sosial pelaku sekaligus mengurangi beban biaya negara.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumsel, Dr. Ketut Sumedana, menegaskan bahwa paradigma penegakan hukum modern tidak lagi berfokus pada lamanya hukuman, tetapi efektivitasnya.
“Biaya proses hukum, mulai dari penyidikan hingga eksekusi, sangat tinggi. Karena itu, perkara kecil ke depan tidak harus selalu dibawa ke pengadilan. Alternatif seperti pengakuan bersalah, mediasi, atau kerja sosial dapat menjadi solusi,” ujarnya.
Ketut mengungkapkan bahwa biaya makan narapidana diperkirakan kini sudah mencapai lebih dari Rp3 triliun secara nasional—beban yang dapat ditekan melalui penerapan kebijakan tersebut.
Mengakhiri acara, Gubernur Herman Deru menyampaikan apresiasi kepada Kejati Sumsel atas kolaborasi strategis ini. Ia berharap kerja sama tersebut dapat mendukung visi “Sumsel Maju Terus untuk Semua.”
Pidana kerja sosial menjadi harapan baru menghadirkan hukum yang lebih manusiawi, efisien, dan bermanfaat bagi masyarakat luas. (As)


