Kejari Lubuklinggau Mulai Hitung Kerugian Negara Kasus Dugaan Korupsi APAR Muratara, Butuh Waktu 30 Hari
LUBUKLINGGAU – Penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, terus bergulir. Kini, perkara tersebut memasuki tahap penghitungan kerugian negara oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau.
Kantor Kejari Lubuklinggau. (foto: istimewa)
Penghitungan kerugian negara dilakukan setelah Kejari resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Dalam proses ini, Kejari Lubuklinggau menggandeng Inspektorat Kabupaten Muratara sebagai auditor.
Kepala Inspektorat Muratara, Rozikin, membenarkan bahwa proses audit kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi APAR tersebut sedang berjalan.
“Untuk penghitungan kerugian negara sekarang masih dalam penghitungan,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Dilibatkannya Inspektorat Muratara
Kasi Intelijen Kejari Lubuklinggau, Armein Ramdhani, menjelaskan alasan pihaknya menunjuk Inspektorat Muratara untuk menghitung potensi kerugian negara.
“Kita melalui inspektorat karena BPKP sudah menghitung kerugian negara untuk kasus Palang Merah Indonesia (PMI),” kata Armein.
Ia menambahkan, proses penghitungan sudah diajukan sekitar dua pekan lalu dan kini masih berlangsung.
“Kita minta masyarakat bersabar. Kita akan menunggu jawabannya, tapi kemungkinan akan kita surati bila dibutuhkan,” lanjutnya.
Menurut Armein, estimasi waktu yang dibutuhkan auditor untuk menghitung kerugian negara sekitar satu bulan.
“Tapi biasanya 30 hari sudah selesai,” ungkapnya.
Pengadaan Pompa Portable untuk 82 Desa
Sebelumnya, Kasi Pidsus Kejari Lubuklinggau, Willy Pramudya Ronaldo, mengungkapkan bahwa perkara ini terkait pengadaan pompa portable untuk 82 desa di Kabupaten Muratara.
Anggaran proyek tersebut bersumber dari Dana Desa (DD) sebesar Rp 4.410.968.928, dengan alokasi Rp 53 juta per desa.
Willy memaparkan bahwa sistem pengadaan diduga telah “diatur” oleh pihak tertentu.
“Kami telah memeriksa 95 orang saksi, terdiri dari 7 camat, 82 kepala desa, 5 orang dari Dinas PMD, dan 3 pihak swasta,” jelasnya.
Penyidik akan melanjutkan pemeriksaan lanjutan hingga 20 hari ke depan untuk memperkuat pembuktian perkara.
“Kami juga sudah meminta auditor untuk melakukan penghitungan kerugian negara. Insya Allah minggu depan kami ekspos ke auditor,” kata Willy.
Sebelumnya Sudah Diekspose ke Kejati Sumsel
Kasi Intelijen Kejari, Armein Ramdhani, sebelumnya menyampaikan bahwa ekspose di Kejati Sumsel dilakukan guna menentukan langkah penanganan perkara.
“Sudah sejak dilakukan ekspose di Kejati untuk menentukan langkah selanjutnya. Dari hasil ekspose ini akan ditentukan apakah perkara diteruskan atau tidak,” ujarnya.
Berdasarkan ekspose tersebut, kasus akhirnya resmi naik ke tingkat penyidikan.
Pengadaan APAR Dinilai Tak Wajar
Kasus dugaan korupsi ini mencuat setelah laporan masyarakat masuk ke Kejari Lubuklinggau. Proyek pengadaan APAR sempat menimbulkan tanda tanya lantaran anggaran yang digunakan mencapai Rp 50 juta per desa, sementara harga pasaran APAR hanya berkisar Rp 17 juta hingga Rp 23 juta per unit.
Total pagu anggaran pengadaan APAR di seluruh desa di Kabupaten Muratara sebelumnya disebut mencapai lebih dari Rp 4 miliar dan bersumber dari Dana Desa.
Penyidik Kumpulkan Bukti Tambahan
Seluruh kepala desa serta dua mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMD-P3A) Muratara berinisial G dan S telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Armein memastikan penyidik telah mengumpulkan dokumen dan keterangan dari unsur Dinas PMD serta pihak yang mengetahui proses pengadaan.
“Tim penyidik sudah mengumpulkan bukti dan mendalami keterangan dari berbagai pihak,” tegasnya.
Kasus ini masih terus berproses, dan publik kini menunggu hasil resmi penghitungan kerugian negara yang menjadi kunci kelanjutan penegakan hukum dalam dugaan korupsi APAR tersebut.

