Breaking News

Dukungan PDIP ke Prabowo Tanpa Gibran: Strategi Politik atau Sentimen Personal?

Analisis Sikap PDIP dalam Peta Politik Nasional

INDOTIMES.ID, Jakarta – Pernyataan Ketua DPP PDIP Sumatera Utara, Rapidin Simbolon, bahwa PDIP mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tetapi tanpa menyebut Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, menimbulkan pertanyaan besar.

Apakah ini hanya sekadar gestur simbolis atau bagian dari strategi politik jangka panjang PDIP?

Dalam acara buka bersama di Medan, Rapidin dengan tegas menyatakan bahwa dukungan PDIP hanya untuk Prabowo.

Ketidaksengajaan menyebut Gibran yang justru disengaja ini memancing tawa para kader PDIP yang hadir.

“Saya sengaja tidak menyebutkan Pak Gibran,” ujar Rapidin, yang disambut gelak tawa dikutip dari detiksumut, Minggu (16/3/2025).

Mengapa Gibran Ditinggalkan?

Rapidin kemudian menjelaskan bahwa alasan utama PDIP tidak mengikutsertakan Gibran dalam pernyataan dukungan adalah karena Gibran telah dipecat dari partai. Namun, di balik itu, ada sentimen yang lebih dalam terkait dinamika politik yang terjadi selama Pilpres 2024.

“Kan Pak Gibran itu sudah dipecat dari PDI Perjuangan, jadi ya bagaimanapun semua tahu sejarahnya. Ini dalam posisi saya mengucapkan itu tadi, karena bagaimana PDI Perjuangan ini dizalimi, bagaimana perlakuan hukum yang tidak adil. Ini yang menjadi catatan bagi kami kader-kader PDI Perjuangan,” tegasnya.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa PDIP masih menyimpan luka politik, terutama terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres yang didukung oleh Mahkamah Konstitusi dalam keputusan kontroversial.

Dukungan ke Prabowo: Realitas Politik atau Manuver Taktis?

PDIP menyatakan tetap mendukung pemerintahan Prabowo, tetapi dengan posisi sebagai pengawas yang tetap kritis.

“Kita mendukung pemerintahan Pak Prabowo Subianto, bahkan Ibu Ketua Umum memerintahkan kita di DPR RI untuk mendukung. Tetapi bukan berarti kita tidak menjadi kontrol, cek and balance untuk menjaga keseimbangan pemerintahan ini dengan pengawasan,” ujar Rapidin.

Sikap ini menunjukkan bahwa PDIP memilih jalur politik yang lebih fleksibel tidak sepenuhnya menjadi oposisi, tetapi juga tidak sepenuhnya berpihak.

Hubungan baik antara Megawati dan Prabowo tampaknya menjadi alasan utama dukungan ini, meski tetap menjaga jarak dengan Gibran.

Kesimpulan: Strategi Bertahan atau Awal Perlawanan?

Dengan tidak menyebut Gibran, PDIP mengirimkan sinyal politik yang jelas: mereka tidak mengakui Gibran sebagai bagian dari pemerintahan yang mereka dukung.

Ini bisa dimaknai sebagai bentuk penegasan identitas politik atau bahkan sebagai langkah awal untuk membangun narasi perlawanan di masa depan.

Sikap ini juga membuka spekulasi bahwa PDIP tengah bersiap menghadapi Pemilu 2029 dengan strategi baru mendukung pemerintahan Prabowo agar tetap relevan, tetapi tetap menjaga jarak dari sosok yang mereka anggap telah “mengkhianati” partai.

Apakah ini akan memperkuat posisi PDIP atau justru membuatnya terjebak dalam dilema politik yang berkepanjangan? Waktu yang akan menjawab. (AS)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar