Waspada! Kasus Kanker Usus Buntu Meningkat Tajam di Kalangan Generasi X dan Milenial
![]() |
foto Ilustrasi kasus usus buntu. (net) |
INDOTIMES.ID, Balikpapan - Kasus kanker usus buntu yang dulunya tergolong langka kini menunjukkan tren peningkatan signifikan, terutama pada generasi X dan milenial. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan tenaga medis, karena banyak kasus baru ditemukan pada usia yang relatif muda.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah Chris Williams, pria berusia 48 tahun asal Amerika Serikat. Pada tahun 2021, Williams mengalami nyeri perut berdenyut disertai mual. Rasa sakit yang kian parah membawanya ke rumah sakit, di mana ia didiagnosis mengalami radang usus buntu dan segera menjalani operasi pengangkatan.
Namun, kejutan datang seminggu kemudian saat ia kembali kontrol. Dokter mengabarkan bahwa telah ditemukan tumor di usus buntunya. Setelah dilakukan biopsi, dipastikan bahwa tumor tersebut adalah kanker usus buntu stadium III.
“Mereka menemukan tumor di usus buntu saya dan memastikan lewat biopsi bahwa itu kanker,” ujar Williams, dikutip dari CNN, Selasa (17/6). Ia menyebut diagnosis tersebut sebagai berkah tersembunyi, karena kanker ditemukan lebih awal berkat peradangan yang nyaris menyebabkan usus buntunya pecah.
Williams kini menjadi bagian dari kelompok pasien kanker usus buntu yang terus bertambah jumlahnya. Meski secara statistik kanker ini masih jarang—hanya terjadi pada 1-2 orang per sejuta penduduk AS per tahun—penelitian terbaru menunjukkan lonjakan kasus yang signifikan di kalangan generasi muda.
Menurut penelitian yang dipublikasikan di jurnal Annals of Internal Medicine, insiden kanker usus buntu meningkat tiga kali lipat pada individu yang lahir antara 1976–1984, dan bahkan empat kali lipat pada mereka yang lahir antara 1981–1989, dibandingkan dengan kelompok kelahiran 1941–1949.
“Ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Dr. Andreana Holowatyj, penulis utama studi dan asisten profesor hematologi dan onkologi di Vanderbilt University Medical Center. Ia mengatakan bahwa tren serupa juga terlihat pada kanker lain di saluran cerna seperti usus besar, rektum, dan lambung.
Penelitian ini melibatkan data dari 4.858 pasien kanker usus buntu berusia 20 tahun ke atas dari tahun 1975 hingga 2019 yang tercatat dalam basis data SEER (Surveillance, Epidemiology, and End Results) milik National Cancer Institute. Hasilnya menunjukkan peningkatan kejadian terutama pada individu yang lahir setelah 1945.
Meski belum diketahui secara pasti penyebab lonjakan ini, para ahli menduga faktor lingkungan turut berperan, mengingat belum adanya metode skrining standar untuk mendeteksi kanker usus buntu. Biasanya, kanker jenis ini baru terdeteksi secara tidak sengaja ketika pasien mengalami radang usus buntu akut.
Obesitas disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama, karena juga berkaitan dengan peningkatan risiko kanker usus besar dan saluran cerna lainnya.
“Memahami faktor risiko ini sangat penting untuk upaya pencegahan di masa depan,” tegas Holowatyj.
Peningkatan ini menjadi sinyal penting bagi dunia medis dan masyarakat untuk lebih waspada terhadap gejala perut yang tampak sepele, terutama pada kelompok usia produktif. Deteksi dini dan kesadaran akan risiko kanker usus buntu bisa menjadi kunci penyelamatan nyawa.