Megawati: Sejarah Indonesia Jangan Dipotong Hanya Sampai Orde Baru
![]() |
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. (Foto Istimewa) |
INDOTIMES.ID, Jakarta – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyoroti pelupaan sejarah Indonesia dalam sambutannya pada pembukaan Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret Sejarah dan Kehidupan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).
Acara ini menampilkan sekitar 550 karya fotografi Guntur Soekarnoputra, putra sulung Bung Karno, yang merekam perjalanan sejarah dan dinamika kehidupan bangsa.
Sejumlah tokoh politik dan pejabat tampak hadir, termasuk Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, serta politisi dari PDIP dan PSI.
Dalam pidatonya, Megawati menyinggung penjatuhan Presiden Soekarno melalui TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967. Ia mengkritik minimnya upaya menggali alasan historis di balik keputusan tersebut dan menyayangkan bahwa banyak masyarakat seakan lupa akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
"TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 itu seolah tak dipertanyakan lagi. Saya merasa seperti nyanyian sunyi – bangsa ini seperti lupa bahwa mereka orang Indonesia," ujar Megawati dengan nada prihatin.
Megawati juga mengkritik cara pandang sejarah yang sempit, yang menurutnya hanya menyoroti masa Orde Baru tanpa melihat rangkaian sejarah Indonesia secara utuh.
"Seakan sejarah dimulai saat Orde Baru saja. Padahal, sebagai warga negara republik ini, kita wajib tahu utuh tentang perjalanan sejarah Indonesia," tegasnya.
Menariknya, Megawati sempat menyapa Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang hadir dalam acara tersebut. Ia menekankan bahwa perbedaan pandangan politik sah-sah saja, selama masih dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika.
"Kita boleh berbeda. Bung Karno juga mengajarkan begitu. Tapi jangan sampai ada bagian dari bangsa ini yang dianggap berbeda atau dibedakan," ujarnya.
Di akhir sambutannya, Megawati menyoroti pentingnya mewujudkan semangat Pancasila, tidak hanya melalui kata-kata, tapi juga tindakan nyata.
"Jangan hanya Pancasila secara verbal. Saya ingin tahu, apakah kita benar-benar pancasilais dalam tindakan, bukan hanya ucapan?" tandasnya.
Pameran foto ini menjadi ruang refleksi, tidak hanya soal visual perjalanan bangsa, tapi juga momen untuk menggugah kembali kesadaran sejarah, nasionalisme, dan nilai-nilai kebangsaan yang kerap terabaikan.