Fakta Rencana Pajak E-Commerce: Pedagang Kecil Protes, Pemerintah Klaim Tak Ada Pajak Baru
![]() |
Foto: istimewa. |
INDOTIMES.id, Jakarta – Akun Instagram Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi sasaran keluhan warganet setelah muncul rencana pemerintah memungut pajak penghasilan (PPh) dari pedagang yang berjualan di e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan platform sejenis.
Kebijakan tersebut kini sedang berada dalam tahap finalisasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Warganet Keluhkan Beban Tambahan
Pantauan pada Kamis (26/6/2025), unggahan terbaru di akun Instagram Sri Mulyani dibanjiri ratusan komentar kritis. Mayoritas netizen menyoroti potensi beban ganda yang harus ditanggung pelaku UMKM online jika kebijakan tersebut diberlakukan.
"Nggak kasihan sama orang yang jualan di e-commerce, Bu? Kena pajak lagi, dapat baru seberapa," tulis akun @hany.
Keluhan juga datang dari netizen lain yang menyebut pedagang di platform e-commerce sudah dikenai potongan 13,5% dari omzet, bukan keuntungan.
Penambahan pungutan pajak dinilai akan memperparah kondisi UMKM yang selama ini bertahan di tengah daya beli masyarakat yang melemah.
"Tolong jangan ngerampok banyak-banyak UMKM kecil. Potongannya udah gede, sekarang mau kena pajak lagi," keluh akun @heil.
Dampak Ekonomi dan Efek Domino
Beberapa pengguna media sosial menilai, pemungutan pajak terhadap pedagang online berpotensi memicu kenaikan harga produk, yang pada akhirnya bisa menurunkan daya beli konsumen dan memicu efek domino di sektor perdagangan digital.
"Bu, semua aja dipajakin. Pikir dulu sebelum bertindak," tulis akun @kmanam, mengkritik kebijakan yang dianggap terlalu terburu-buru dan berisiko menekan sektor UMKM.
Pemerintah: Tidak Ada Pajak Baru
Merespons polemik ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli Simbolon, menegaskan bahwa tidak ada pajak baru yang diberlakukan.
Kebijakan ini hanya menyederhanakan mekanisme pemungutan pajak bagi pelaku usaha yang memiliki omzet Rp 500 juta – Rp 4,8 miliar per tahun. Pedagang kecil dengan omzet di bawah batas tersebut tidak akan dikenai pajak.
“Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan adil antara pelaku UMKM online dan offline,” ujar Rosmauli, Rabu (25/6).
Dalam skema yang dirancang, pemerintah menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut pajak dengan tarif 0,5% dari omzet penjual. Aturan ini masih menunggu finalisasi sebelum diterbitkan secara resmi.
"Begitu aturannya resmi diterbitkan, kami akan sampaikan secara terbuka dan lengkap kepada publik," kata Rosmauli menambahkan. (A16)