Klaim Minum Susu 2 Liter Bikin Anak Tinggi, Dokter: “Itu S-E-S-A-T!”
![]() |
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana. |
INDOTIMES.ID, Jakarta - Pernyataan mengejutkan datang dari Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, yang menyebut anak-anaknya tumbuh tinggi berkat konsumsi susu sebanyak dua liter setiap hari. Pernyataan tersebut sontak menuai kontroversi dan kritik tajam dari kalangan medis.
Dalam seremoni peluncuran pembangunan 1.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Pondok Pesantren Syaichona Muhammad Cholil, Bangkalan, Senin (26/5/2025), Dadan mengungkapkan bahwa dua putranya memiliki tinggi badan 181 cm dan 185 cm, yang ia klaim sebagai hasil dari kebiasaan minum dua liter susu setiap hari sejak kecil hingga kelas 2 SMA.
Namun, klaim tersebut langsung disanggah oleh pakar gizi dan dokter ternama, Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum. Dalam unggahan Instagram Story pada Selasa (27/5/2025), Tan menyebut pernyataan Dadan “sesat”. “Cuma satu komentar saya: S-E-S-A-T!!!!!” tulis Tan di atas video pernyataan Dadan, seperti dikutip dari Kompas.com dengan izin.
2 Liter untuk Air Putih, Bukan Susu
Dalam unggahan lanjutan, Tan menjelaskan bahwa dua liter adalah takaran umum yang dianjurkan untuk konsumsi air putih setiap hari, bukan susu. “Mencret, Pak. Minimal kembung. Air saja dua liter boro-boro [susu],” tulis Tan dalam kolom komentar akun Instagram @pandemictalks.
Klaim Dadan bahkan dianggap berlawanan dengan anjuran Kementerian Kesehatan RI yang menyarankan konsumsi air putih sekitar delapan gelas per hari atau setara dua liter.
Protein Hewani Lebih Penting dari Susu
Tan juga menekankan bahwa anak-anak lebih membutuhkan asupan protein hewani ketimbang susu untuk mendukung pertumbuhan. Ia bahkan menyebut bahwa orang dewasa tidak perlu mengonsumsi susu, melainkan cukup memenuhi kebutuhan protein dari sumber lain seperti daging, telur, atau ikan.
Mayoritas Orang Indonesia Intoleran Laktosa
Tan juga mengangkat isu genetik yang menurutnya sering diabaikan dalam promosi konsumsi susu di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia, terutama dari etnik Melayu, cenderung mengalami intoleransi laktosa—sebuah kondisi di mana tubuh tidak mampu mencerna laktosa karena kekurangan enzim laktase.
"Intoleransi laktosa itu genetik dan alamiah. Bangsa Melayu tidak bisa disamakan dengan orang kulit putih yang bisa minum susu tanpa masalah,” ujarnya.
Tan menambahkan bahwa intoleransi laktosa dapat menyebabkan gejala pencernaan seperti diare dan kram perut, karena tubuh akan membuang laktosa yang tidak tercerna melalui usus besar.
Rekomendasi Susu untuk Indonesia
Menurut Tan, susu yang cocok untuk masyarakat Indonesia seharusnya sudah diformulasikan khusus, misalnya dengan teknologi hidrolisa parsial untuk meminimalkan risiko intoleransi laktosa.
Kontroversi ini memicu diskusi luas di media sosial dan kalangan kesehatan tentang pentingnya menyampaikan informasi gizi yang berbasis sains dan sesuai konteks etnis serta budaya lokal. Para ahli mengimbau agar masyarakat lebih selektif dalam menerima klaim kesehatan dan tetap berkonsultasi dengan tenaga medis yang kompeten.