Krisis Tata Kelola Pangan: Beras Berkutu dan Kebijakan Impor Yang Dipertanyakan
INDOTIMES.ID, Jakarta – Temuan ratusan ribu ton beras impor yang rusak akibat hama di berbagai gudang Bulog membuka kembali perdebatan panjang tentang kebijakan pangan nasional.
Mengapa beras impor menumpuk hingga membusuk? Apakah ini cerminan lemahnya perencanaan, atau ada faktor lain yang lebih kompleks?
Kasus ini mencuat setelah Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, mengkritisi kebijakan impor yang dinilai berlebihan. Beras berkutu yang ditemukan di Gudang Bulog Yogyakarta, menurutnya, adalah bukti nyata buruknya tata kelola pangan.
“Jika stok ini akhirnya tidak bisa digunakan, ini bentuk pemborosan yang merugikan negara,” tegasnya, Senin (17/03).
Dampak Kebijakan Impor: Efisiensi atau Pemborosan?
Sejak lama, kebijakan impor beras selalu menjadi perdebatan.
Pemerintah beralasan bahwa impor diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan.
Namun, kasus beras berkutu ini justru menunjukkan bahwa stok impor tidak selalu dikelola dengan baik.
Data menunjukkan bahwa 100.000 hingga 300.000 ton beras impor kini dalam kondisi tidak layak konsumsi akibat serangan hama.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan: mengapa beras ini tidak segera disalurkan? Apakah impor dilakukan tanpa perencanaan matang?
Ketua Komisi IV DPR, Titiek Soeharto, yang menemukan langsung kondisi beras berkutu saat kunjungan ke Gudang Bulog Yogyakarta, turut mempertanyakan efektivitas kebijakan ini.
“Stok lama yang tidak tersalurkan akhirnya rusak. Ini bukti nyata kegagalan tata kelola pangan,” ungkapnya.
Akuntabilitas dan Tantangan Reformasi Tata Kelola Pangan
Johan Rosihan menegaskan bahwa kasus ini memerlukan audit menyeluruh, khususnya terhadap mekanisme pengadaan dan penyimpanan beras impor.
“Kementerian Pertanian dan Perdagangan harus bertanggung jawab, jangan sampai kasus seperti ini terus berulang,” katanya.
Dari sisi pemerintah, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengakui adanya kerusakan besar pada stok beras impor.
Ia berjanji akan segera berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk menangani masalah ini.
Namun, pertanyaannya: apakah solusi yang ditawarkan cukup untuk mencegah kasus serupa di masa depan?
Membangun Kemandirian Pangan: Solusi atau Tantangan?
Kebijakan pangan yang terlalu bergantung pada impor juga menghambat perkembangan petani lokal.
Johan menyoroti bahwa Indonesia perlu memperkuat produksi dalam negeri agar tidak terus-menerus bergantung pada impor yang berisiko merugikan negara.
Namun, meningkatkan kemandirian pangan bukanlah tugas mudah. Subsidi, insentif, serta infrastruktur pertanian harus diperkuat, sehingga produksi dalam negeri mampu bersaing dengan beras impor.
Perubahan Kebijakan atau Skandal yang Berulang?
Kasus ini harus menjadi momentum untuk melakukan reformasi besar-besaran dalam kebijakan pangan nasional.
Jika tidak, skandal seperti ini akan terus terjadi, mengakibatkan kerugian negara yang besar serta ancaman terhadap ketahanan pangan masyarakat.
DPR berjanji untuk terus mengawasi, tetapi akankah pemerintah benar-benar melakukan perubahan mendasar? Ataukah skandal beras impor ini hanya akan menjadi siklus yang terus berulang?